TEORI PROSES MENUA
DEFINISI
“Menua (= menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangkan secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita”. (Constantinides, 1994).
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai “penyakit degeratif” (seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes mellitus dan kanker) yang akan menyebabkan kita akan menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti stroke, infark miokard, koma asidotik, metastasis kanker dsb).
Ada yang menganalogikan menuanya manusia seperti ausnya suku cadang suatu mesin yang bekerjanya sangat kompleks yang bagian-bagiannya saling mempengaruhi secara fisik/somatik. Analogi ini memang dapat diterima tetapi penulis tak setuju dengan hal ini karena manusia mempunyai jiwa dan budaya yang banyak dapat mempengaruhi fisiknya. Banyak orang yang fisiknya sakit berat tetapi karena mentalnya masih tinggi dapat masih hidup lama.
Yang jelas ialah bahwa proses menua itu merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor yang saling berkaitan
Perlu diterangkan bahwa teori-teori proses menua yang akan diuraikan disini adalah teori-teori yang penting-penting saja, yang cukup banyak penganutnya
Teori-Teori Proses Menua
1. Teori “Genetic Clock”
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam nuklei (inti sel)nya suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal. Konsep “genetic clock” didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa spesies terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata. Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan pengaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan obat-obatan atau tindakan-tindakan tertentu.
Pengontrolan genetik umur, rupanya dikontrol dalam tingkat seluler. Mengenai hal ini Hayflick (1980) melakukan penelitian melalui kultur sel in vitro yang menunjukka bahwa ada hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies.
Untuk membuktikan apakah yang mengontrol replikasi tersebut nukleus atau sitoplasma, maka dilakukanlah transplantasi silang dari nukleus. Dari hasil penelitian tersebut jelas bahwa nukleuslah yang menentukan jumlah replikasi, kemudian menua dan mati, bukan sitoplasmanya (Suhana, 1994)
2. Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe)
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau tercemar zat kimia yang bersifat karsinogenik atau toksik, dapat memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
Bagaimanakah mekanisme pengontrolan genetik dalam tingkat subseluler dan molekular ? Salah satu hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah Hipotesis “Error Catastrophe”
Menurut hipotesis tersebut, menua disebabkan oleh kesalahan-kesalahan beruntun sepanjang kehidupan. Setelah berlangsung dalam waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNA→protein/enzim). Kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuknya enzim yang salah, sebagai reaksi dan kesalahan-kesalahan lainnya yang berkembang secara eksponensial dan akan menyebabkan terjadinya reaksi metabolisme yang salah, sehingga akan mengurangi fungsional sel. Walaupun dalam batas tertentu kesalahan dalam pembentukan RNA dapat diperbaiki, namun kemampuan dalam memperbaiki diri sendiri itu sifatnya terbatas pada kesalahan dalam proses transkripsi (pembentukan RNA) yang tentu akan menyebabkan kesalahan sintesis protein atau enzim, yang dapat menimbulkan metabolik yang berbahaya. Apalagi jika terjadi pula kesalahan dalam proses translasi (pembuatan protein), maka akan terjadilah kesalahan yang makin banyak , sehingga terjadilah katastrop (Suhana, 1994, Constantinides, 1994).
3. Rusaknya Sistem Imun Tubuh
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenai dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun (Goldstein, 1989).
Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen atau antibodi yang luas mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam. Efek menua jadi akan menyebabkan reaksi histoinkontabilitas pada banyak jaringan
Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi autobodi bermacam-macam pada orang lanjut usia (Brocklehurst, 1987)
Di pihak lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang menyebabkan terjadinya kanker meningkat sesuai dengan meningkatnya umur (Suhana, 1994)
Modulasi imunologi untuk mengantisipasi hal ini dapat dikerjakan, yaitu dengan antara lain :
- Restorasi imunologik dengan imun-globulin-serum (ISG), serum hiper-imun, pemberian globulin dsb
- Situasi atau potensiasi imunologik dengan menggunakan :
Bahan biologik : hormon tymus, limfokin, interferon dsb
Bahan sintetik misalnya : levamisol, isoprinosin dsb
Semua sel somatik akan mengalami proses menua kecuali sel bibit (gurma-sel telur) dan sel yang mengalami mutasi menjadi kanker. Sel-sel jaringan binatang dewasa juga dapat membagi diri dan memperbaharui, kecuali sel neuron, miokardium dan sel ovarium (Constantinides, 1994)
4. Teori Menua Akibat Metabolisme
Pada tahun 1935, McKay et al. (terdapat dalam Goldstein, et al. 1989), memperlihatkan bahwa pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Hewan yang paling terhambat pertumbuhannya dapat mencapai umur 2 x lebih panjang umur kontrolnya. Lebih jauh ternyata bahwa perpanjangan umur tersebut berasosiasi dengan tertundanya proses degenerasi. Perpanjangan umur karena penurunan jumlah kalori tersebut, antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang proliferasi sel, misalnya insulin, dan hormon pertumbuhan.
Pentingnya metabolisme sebagai faktor penghambat umur panjang, dikemukakan pula oleh Balin dan Allen (1989), (dikutip oleh Suhana, 1994). Menurut mereka ada hubungan antara tingkat metabolisme dengan panjang umur. Beberapa hasil penelitian dibawah ini menunjukkan adanya keterkaitan tersebut. Perkembangan lalat (Drosophila Melanogaster) lebih cepat dan umurnya lebih pendek pada temperatur 30o C, jika dibandingkan dengan lalat yang dipelihara dengan temperatur 10o C. Mamalia yang dirangsang untuk hibernasi (“tidur”), selama musim dingin umurnya lebih panjang daripada kontrolnya. Sebaliknya jika mamalia ditempatkan pada temperatur yang rendah tanpa dirangsang ber-hibernasi, metabolismenya meningkat dan berumur lebih pendek. Walaupun umurnya berbeda, namun jumlah kalori yang dikeluarkan untuk metabolisme selama hidup adalah sama.
Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak mungkin juga dapat meningkatkan umur panjang. Hal ini menyerupai hewan yang hidup di alam bebas yang banyak bergerak dibanding dengan hewan laboratorium yang kurang bergerak dan banyak makan. Hewan di alam bebas lebih panjang umurnya daripada hewan laboratorium (Suhana, 1994).
5. Kerusakan Akibat Radikal Bebas
Radikal bebas (RB) dapat terbentuk di alam bebas, dan di dalam tubuh jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan di dalam rantai pernafasan di dalam mitokondria (Oen, 1993). Untuk organisme aerobik, RB terutama terbentuk pada waktu respirasi (aerob) di dalam mitokondria, karena 90% oksigen yang diambil tubuh, masuk ke dalam mitokondria. Waktu terjadi proses respirasi tersebut oksigen dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui enzim-enzim respirasi di dalam mitokondria, maka radikal bebas (RB) akan dihasilkan sebagai zat antara. RB yang terbentuk tersebut adalah : superoksida (O2), radikal hidroksil (OH), dan juga peroksida hidrogen (H2O2). RB bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membran sel, dan dengan gugus SH.
Di samping itu RB dapat juga dinetralkan menggunakan senyawa non enzimatik, seperti : vitamin C (asam askorbat), provitamin A (Beta Karoten) dan vitamin A (Tocopherol)
Walaupun telah ada sistem penangkal, namun sebagian RB tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak RB terbentuk sehingga proses pengrusakan terus terjadi. Kerusakan organel sel makin lama makin banyak dan akhirnya sel mati (Oen, 1993)
Dari penyebab-penyebab terjadinya proses menua tersebut ada beberapa peluang yang memungkinkan kita dapat mengintervensi, supaya proses menua dapat diperlambat. Yang paling banyak memungkinkannya aialah mencegah meningkatnya RB, kedua dengan memanipulasi sistem imun tubuh, ketiga melalui metabolisme/makanan
Telah disebutkan di muka, bahwa dari berbagai misteri kehidupan yang masih banyak belum terungkap, maka proses menua merupakan salah satu misteri yang paling sulit dipecahkan. Di samping itu tidak boleh dilupakan peranan faktor resiko yang datang dari luar (eksogen), yaitu faktor lingkungan dan budaya gaya hidup yang salah
Daftar Pustaka :
Pdjiastuti Sri Surini. 2003. Fisioterapi Pada Lansia. Penerbit Buku kedokteran EGC : Jakarta
Pranaka Kris. 2010. Buku Ajar Boedi - Darmojo Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Balai penerbit FKUI, Jakarta : 686
Tidak ada komentar:
Posting Komentar