Selasa, 21 Desember 2010

Askep Pada Klien Dengan Intimacy Dan Seksualitas

TEORI PROSES MENUA

DEFINISI
            “Menua (= menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangkan secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita”. (Constantinides, 1994).
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai “penyakit degeratif” (seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes mellitus dan kanker) yang akan menyebabkan kita akan menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti stroke, infark miokard, koma asidotik, metastasis kanker dsb).
Ada yang menganalogikan menuanya manusia seperti ausnya suku cadang suatu mesin yang bekerjanya sangat kompleks yang bagian-bagiannya saling mempengaruhi secara fisik/somatik. Analogi ini memang dapat diterima tetapi penulis tak setuju dengan hal ini karena manusia mempunyai jiwa dan budaya yang banyak dapat mempengaruhi fisiknya. Banyak orang yang fisiknya sakit berat tetapi karena mentalnya masih tinggi dapat masih hidup lama.
Yang jelas ialah bahwa proses menua itu merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor yang saling berkaitan
Perlu diterangkan bahwa teori-teori proses menua yang akan diuraikan disini adalah teori-teori yang penting-penting saja, yang cukup banyak penganutnya

Teori-Teori Proses Menua
1.      Teori “Genetic Clock”
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam nuklei (inti sel)nya suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal. Konsep “genetic clock” didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa spesies terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata. Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan pengaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan obat-obatan atau tindakan-tindakan tertentu.
Pengontrolan genetik umur, rupanya dikontrol dalam  tingkat seluler. Mengenai hal ini Hayflick (1980) melakukan penelitian melalui kultur sel in vitro yang menunjukka bahwa ada hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies.
Untuk membuktikan apakah yang mengontrol replikasi tersebut nukleus atau sitoplasma, maka dilakukanlah transplantasi silang dari nukleus. Dari hasil penelitian tersebut jelas bahwa nukleuslah yang menentukan jumlah replikasi, kemudian menua dan mati, bukan sitoplasmanya (Suhana, 1994)
2.      Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe)
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau tercemar zat kimia yang bersifat karsinogenik atau toksik, dapat memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
Bagaimanakah mekanisme pengontrolan genetik dalam tingkat subseluler dan molekular ? Salah satu hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah Hipotesis “Error Catastrophe”
Menurut hipotesis tersebut, menua disebabkan oleh kesalahan-kesalahan beruntun sepanjang kehidupan. Setelah berlangsung dalam waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNA→protein/enzim). Kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuknya enzim yang salah, sebagai reaksi dan kesalahan-kesalahan lainnya yang berkembang secara eksponensial dan akan menyebabkan terjadinya reaksi metabolisme yang salah, sehingga akan mengurangi fungsional sel. Walaupun dalam batas tertentu kesalahan dalam pembentukan RNA dapat diperbaiki, namun kemampuan dalam memperbaiki diri sendiri itu sifatnya terbatas pada kesalahan dalam proses transkripsi (pembentukan RNA) yang tentu akan menyebabkan kesalahan sintesis protein atau enzim, yang dapat menimbulkan metabolik yang berbahaya. Apalagi jika terjadi pula kesalahan dalam proses translasi (pembuatan protein), maka akan terjadilah kesalahan yang makin banyak , sehingga terjadilah katastrop (Suhana, 1994, Constantinides, 1994).
3.      Rusaknya Sistem Imun Tubuh
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenai dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun (Goldstein, 1989).
Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen atau antibodi yang luas mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam. Efek menua jadi akan menyebabkan reaksi histoinkontabilitas pada banyak jaringan
Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi autobodi bermacam-macam pada orang lanjut usia (Brocklehurst, 1987)
Di pihak lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang menyebabkan terjadinya kanker meningkat sesuai dengan meningkatnya umur (Suhana, 1994)
Modulasi imunologi untuk mengantisipasi hal ini dapat dikerjakan, yaitu dengan antara lain :
-         Restorasi imunologik dengan imun-globulin-serum (ISG), serum hiper-imun, pemberian globulin dsb
-         Situasi atau potensiasi imunologik dengan menggunakan :
Bahan biologik : hormon tymus, limfokin, interferon dsb
Bahan sintetik misalnya : levamisol, isoprinosin dsb
Semua sel somatik akan mengalami proses menua kecuali sel bibit (gurma-sel telur) dan sel yang mengalami mutasi menjadi kanker. Sel-sel jaringan binatang dewasa juga dapat membagi diri dan memperbaharui, kecuali sel neuron, miokardium dan sel ovarium (Constantinides, 1994)
4.      Teori Menua Akibat Metabolisme
Pada tahun 1935, McKay et al. (terdapat dalam Goldstein, et al. 1989), memperlihatkan bahwa pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Hewan yang paling terhambat pertumbuhannya dapat mencapai umur 2 x lebih panjang umur kontrolnya. Lebih jauh ternyata bahwa perpanjangan umur tersebut berasosiasi dengan tertundanya proses degenerasi. Perpanjangan umur karena penurunan jumlah kalori tersebut, antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang proliferasi sel, misalnya insulin, dan hormon pertumbuhan.
Pentingnya metabolisme sebagai faktor penghambat umur panjang, dikemukakan pula oleh Balin dan Allen (1989), (dikutip oleh Suhana, 1994). Menurut mereka ada hubungan antara tingkat metabolisme dengan panjang umur. Beberapa hasil penelitian dibawah ini menunjukkan adanya keterkaitan tersebut. Perkembangan lalat (Drosophila Melanogaster) lebih cepat dan umurnya lebih pendek pada temperatur 30o C, jika dibandingkan dengan lalat yang dipelihara dengan temperatur 10o C. Mamalia yang dirangsang untuk hibernasi (“tidur”), selama musim dingin umurnya lebih panjang daripada kontrolnya. Sebaliknya jika mamalia ditempatkan pada temperatur yang rendah tanpa dirangsang ber-hibernasi, metabolismenya meningkat dan berumur lebih pendek. Walaupun umurnya berbeda, namun jumlah kalori yang dikeluarkan untuk metabolisme selama hidup adalah sama.
Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak mungkin juga dapat meningkatkan umur panjang. Hal ini menyerupai hewan yang hidup di alam bebas yang banyak bergerak dibanding dengan hewan laboratorium yang kurang bergerak dan banyak makan. Hewan di alam bebas lebih panjang umurnya daripada hewan laboratorium (Suhana, 1994).
5.      Kerusakan Akibat Radikal Bebas
Radikal bebas (RB) dapat terbentuk di alam bebas, dan di dalam tubuh jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan di dalam rantai pernafasan di dalam mitokondria (Oen, 1993). Untuk organisme aerobik, RB terutama terbentuk pada waktu respirasi (aerob) di dalam mitokondria, karena 90% oksigen yang diambil tubuh, masuk ke dalam mitokondria. Waktu terjadi proses respirasi tersebut oksigen dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui enzim-enzim respirasi di dalam mitokondria, maka radikal bebas (RB) akan dihasilkan sebagai zat antara. RB yang terbentuk tersebut adalah : superoksida (O2), radikal hidroksil (OH), dan juga peroksida hidrogen (H2O2). RB bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membran sel, dan dengan gugus SH.
Di samping itu RB dapat juga dinetralkan menggunakan senyawa non enzimatik, seperti : vitamin C (asam askorbat), provitamin A (Beta Karoten) dan vitamin A (Tocopherol)
Walaupun telah ada sistem penangkal, namun sebagian RB tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak RB terbentuk sehingga proses pengrusakan terus terjadi. Kerusakan organel sel makin lama makin banyak dan akhirnya sel mati (Oen, 1993)
Dari penyebab-penyebab terjadinya proses menua tersebut ada beberapa peluang yang memungkinkan kita dapat mengintervensi, supaya proses menua dapat diperlambat. Yang paling banyak memungkinkannya aialah mencegah meningkatnya RB, kedua dengan memanipulasi sistem imun tubuh, ketiga melalui metabolisme/makanan
Telah disebutkan di muka, bahwa dari berbagai misteri kehidupan yang masih banyak belum terungkap, maka proses menua merupakan salah satu misteri yang paling sulit dipecahkan. Di samping itu tidak boleh dilupakan peranan faktor resiko yang datang dari luar (eksogen), yaitu faktor lingkungan dan budaya gaya hidup yang salah

Aspek Seksualitas Pada Golongan Usia Lanjut
            Dalam abad ke 19, dianggap bahwa sex semata-mata untuk reproduksi, maka seorang lelaki, terutama kaum wanita umur 50 tahun harus tanpa sex seperti halnya anak-anak.
Baru sekarang karena banyaknya orang yang sudah tua, sexuologi orang tua menjadi persoalan : ternyata keinginan dan kemampuan sex pada lelaki dan wanita setelah masa climacterium terus berlangsung.
Justru dalam abad ke 19 dan permulaan abad ini sering ditulis tentang kehidupan sex pada umur lanjut dari orang-orang yang terkenal seperti : Goethe, Mistinguetic, Charley, Chaplin, Pleasso.
Anehnya dalam abad ke 20 sexuolog Jerman seperti Hirsclifeld, Marcuse, Herschan dan seorang pioner America Dickinson telah menulis tentang sex dari orang tua tanpa mendapatkan perhatian dari masyarakat dan para dokter. Penyelidikan yang baru dari kinsey, Masters dan johnson menarik petrhatian.
Penyelidikan ke 3 sarjana ini sebetulnya telah dilakukan oleh penyelidik lain di Jaman Weimar, akan tetapi baru pendirian merekalah diterima oleh masyarakat.
Faktor-faktor yang mereka temukan :
1.    a. Tidak benar pada lelaki di atas 50 tahun libidonya menurun dan potensi hilang. Sebaliknya tidak benar laki-laki tua itu penggemar daun muda atau mengganggu wanita muda
b. Wanita yang telah menopause tidak ada sex atau sebaliknya mengejar remaja kedua dan laki-laki muda
2.      Salah paham dari jaman dulu membahayakan :
a.    Individu yang bersangkutan.
b.    Untuk hubungan partner,terutama jika penyangkalan dan salah faham pada salah paham pada salah satu partner.
c.    Karena reaksi dari saudaranya,anak-anak para dokter,imam,terhadap aktivitas sexual dari laki-laki tua atau wanita.

Perubahan Kehidupan Seksual Pada Menopause
Di dalam masyarakat kita pada dewasa ini masih terdapat pandangan-pandangan yang salah terhadap pengaruh dari timbulnya menopause terhadap kehidupan seksual.
Secara fisiologik, menopause menyebabkan berhentinya ovaria mengeluarkan ova dan hormon-hormon : serta uterus mengeluarkan endometrium secara berkala : tidak lebih.
Penipisan dinding vagina baru terjadi pada umur yang sangat tua, dan biasanya dapat ditolong dengan obat-obatan estrogen.
Di lain pihak, sebenarnya terdapat hal-hal yang menguntungkan kehidupan seksual setelah terjadinya menopause, lebih banyak :
§       Bebas dari kehamilan
§       Anak yang sudah besar sehingga tidak terlalu banyak memerlukan perhatian lagi.
§       Suami sudah mendapat kedudukan yang berarti di dalam masyarakat, sehingga kedudukan ekonomi keluarga sudah lebih kuat dan waktu untuk rekreasi lebih banyak.
Pada dewasa ini memang terdapat wanita pada menaupause yang lebih sehat,lebih muda dan lebih aktif serta lebih dapat menikmati kehidupan seksual yang lebih bahagia
Golongan wanita yang mengalami gangguan kehidupan seksual serta gangguan fisiologik dalam menaupause umumnya terdapat pada ,mereka yang :
§         Mempunyai pandangan dan pendidikan sex yang salah
§         Kurang berbahagia selama masa anak-anak maupun dalam kehidupan berumah tangga.
§         Mempunyai suami yang sudah menjadi gemuk ataupun mengalami impotentio coeundi.
Manifestasi gangguan kehidupan seksual pada masa menaupause.
§         Dyspareuni : pada umumnya terjadi karena spitel vagina yang menipis.Dapat diobati dengan estrogen oral,parenteral ataupun local.
§         Stress Incontinence sesudah coitus.: Juga disebabkan oleh menipisnya epitel kandung kencing dan terdapatnya prolapsus uteri.
§         Sebab-sebab psikologik yang datangnya dari suami atau rumah tangga.

Aspek Seksualitas Pada Golongan Usia Lanjut

Seksualitas pada usia lanjut selalu mendatangkan pandangan yang biasa. Bahkan pada penelitian  di negara Barat, Pandangan biasa tersebut jelas terlihat. Penelitian kinsey yang mengambil sampel ribuan orang. Ternyata hanya mengambil 31 wanita dan 48 pria yang berusia diatas 65 tahun. Penelitian Masters-Johnson juga terutama mengambil sampel mereka yang berusia antara 50-70, sedangkan penelitian hite dengan 1066 sampel hanya memasukkan 6 orang wanita di atas 70 tahun (Alexander  and Alison,1995). Biasa penelitian seksualitas pada lansia biasanya juga meliputi aspek sosioekonomi (biasanya hanya di teliti mereka yang bertaraf ekonomi yang agak tinggi), Penelitian hanya dilakukan pada mereka yang menikah dan kebanyakan meneliti sampel ras kaukasian.
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa :
·        Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang cukup lanjut, dan aktivitas tersebut hanya di batasi oleh status kesehatan dan ketiadaan pasangan
·        Aktifitas dan perhatian seksual dari pasangan suami istri lansia yang sehat berkaitan dengan pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya
·        Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang dari pria, seorang wanita lansia yang di tinggal mati suaminya akan sulit untuk menemukan pasangan hidup.

Hambatan Aktifitas Seksual Pada Usia Lanjut
Pada usia lanjut, terdapat berbagai hambatan untuk melakukan aktifitas seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan eksternal yang datanga dari lingkungan dean hambatan internal yang terutama berasal dari subyek lansianya sendiri
            Hambatan eksternal biasanya berupa pandangan sosial, yang menganggap bahwa aktifitas seksual tidak layak lagi dilakukan oleh para lansia.masyarakat biasanya masih bisa menerima seorang duda lansia kaya yang menikah lagi dengan wanita yang lebih muda atau mempunyai anak setelah usianya agak lanjut, tetapi hal sebaliknya seorang janda kaya yang menikah dengan pria lebih muda sering kali mendapat cibiran masyarakat.hambatan eksternal bilamana seorang janda atau duda menikah lagi sering kali juga berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan berbagai alasan. Kenangan pada ayah atau ibu yang telah meninggal atau ketakutan dan berkurangnya warisan merupakan latar belakang penolakan. Di negara barat hal ini masih terjadi, akan tetapi pengaruhnya di negara timur akan lebih terasa mengingat kedekatan hubungan orang tua dengan anak-anak. (Hadi martono,1996)
            Pada lansia yang berada di institusi,misalnya di panti werda, hambatan terutama adalah karena peraturan dan ketiadaan privasi di institusi tersebut.
            Hambatan interna psikologik sering kali sulit dipisahkan secara jelas dengan hambatan eksterna. Sering kali seorang lansia sudah merasa tidak bisa dan tidak pantas berpenampilan untuk bisa menarik lawan jenisnya.pandangan sosial dan keagamaan tentang seksualitas di usia lanjut (baik pada mereka yang mempunyai pasangan, tetapi terlebih pada mereka yang sudah menjanda atau menduda) menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan sedemikian sehingga memberikan dampak pada ketidak mampuan fisik yang dikenal sebagai impotensia.
            Aktifitas seksual tetap merupakan kebutuhan bagi lansia. Walaupun demikian berbagai hambatan baik eksterna maupun interna menyebabkan kegiatan ini tidak dapat dilakukan oleh semua lansia. Diantara hambatan interna adalah impotensia atau yang akhir-akhir ini dikenal dengan nama disfungsi ereksi. Disfungsi ereksi secara garis besar dibagi menjadi dua golongan yaitu organik dan psikogenik. Berbagai penyakit yang sering di derita lansia dan obat-obatan yang di minum sering merupakan penyebab atau pemberi kontribusi terjadinya disfungsi ereksi
            Pemeriksaan gangguan seksual pada lansia tidak berbeda dngan apa yang di lakukan pada penderita dewasa muda, hanya saja harus lebih teliti dan terarah.Dengan pemeriksaan ini diharapkan dapat di ungkap penyebab yang mendasari terjadinya gangguan seksual. Penatalaksanaan oleh suatu tim geriatri sangat di anjurkan dalam penanganan gangguan seksual pada lansia.

Aktivitas Seksual Pada Lansia
Hasil penelitian menyebutkan bahwa lebih dari 90 persen  gangguan seksual di sebabkan oleh faktor psikologis (psikoseksual). Walaupun pengaruh psikologi cukup besar, ternyata pengaruh faktor fisik semakin tinggi pada lansia. Semakin tua usia seseorang, penyebab fisik dapat lebih besar daripada penyebab psikologis.

Pengaruh Umum Penuaaan Fungsi Seksual Pria
Secara umum, pengaruh penuaan fungsi seksual pada pria meluputi hal-hal berikut:
1.      Terjadi penurunan sirkulasi tertosteron, tetapi jarang menyebabkan gangguan fungsi seksual pada lansia yang sehat.
2.      Ereksi penis memerlukan waktu lebih lama dan mungkin tidak sekeras yang sebelumnya. Perangsangan langsung pada penis sering kali di perlukan.
3.      Ukuran testis tidak bertambah,elevasinya lambat,dan cenderung turun.
4.      Kelenjar penis tampak menurun
5.      Kontrol ejakulasi meningkat.ejakulasi mungkin terjadi setiap 3 episode seksual.penurunan fungsi ejakulasi sulit untuk di sembuhkan.
6.      Dorongan seksual jarang terjadi pada pria di atas 50 th.
7.      Tingkat organsme menurun atau hilang.
8.      Kekuatan ejakulasi menurun sehingga organisme kurang semangat.
9.      Ejakulasi selama organisme terdiri dari satu atau dua kontraksi pengeluaran,sedangkan pada orang yang lebih muda dapat terjadi empat kontraksi  besar dan di ikuti kontraksi kecil sampai beberapa detik.
10.  Ejakulame si di keluarkan tanpa kekuatan penuh dan mengandung sedikit sel sperma.Meskipun tingkat kesuburan menurun,tidak berarti lansia menjadi mandul.
11.  Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna yang tidak biasa.frekuensi kontraksi sfingter ani selama organsme menurun.
12.  Setelah ejakulasi,penurunan ereksi dan testis lebih cepat terjadi.
13.  Kemampuan ereksi setelah ejakulasi semakin panjang,pada umumnya dua belas sampai empat puluh delapan jam setelah ejakulasi.Ini berbeda pada orang muda yang hanya membutuhkan beberapa menit saja.
14.  Pada klimaksnya,hubungan seksual masih memberikan kepuasan yang kuat.

Pengaruh Umum Penuaan Fungsi Seksual Wanita
Secara umum pengaruh penuaan fungsi seksual wanita sering dihubungkan dengan penurunan hormon, seperti berikut ini.
1.      Lubrikasi vagina memerlukan waktu lebih lama.
2.      Pengembanagan dinding vagina berkurang pada panjang dan lebarnya.
3.      Dinding vagina menjadi lebih tipis dan mudah teriritasi.
4.      Selama hubungan seksual dapat terjadi iritasi pada kandung kemih dan uretra.
5.      Sekresi vagina berkurang keasamannya,meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
6.      Penurunan elevasi uretra
7.      Atrofi labia mayora dan ukuran klitoris menurun.
8.      Fase organsme lebih pendek.
9.      Fase resolusi muncul lebih cepat
10.  Kemampuan multipel organsme masih baik.

Aktivitas seksual mungkin terbatas karna ketidakmampuan spesifik, terapi dorongan seksual, ekspresi cinta, dan perhatian tidak seksual diasumsikan dengan sakit, lebih baik perhatian difokuskan pada sesuatu yang mungkin dilakukan. Pengaruh psikososial dari ketidakmampuan pada umumnya mempunyai pengaruh yang lebih negatif pada fungsi seksual daripada gangguan fisik akibat ketidakmampuan itu sendiri. Mengembangkan kepercayaaan diri dan membentuk ekspresi seksual yang baru dapat banyak membantu pada lansia yang mengalami ketidakmampuan  seksual.
Artritis dengan deformitas pada sendi, memungkinkan terjadinya kontraktur dan nyeri, kangker dengan nyeri dan komplikasi operasi, kemoterapi dan radiasi, gangguan neuromuskular yang menyebabkan lansia merasa kurang menarik dan mempunyai daya tarik seksual. Perasaaan negatif ini menghambat pengembangan emosi dan fisik. Beberapa penyakit dihubungkan dengan penurunan daya tahan atau nyeri dapat menyebabkan ketakutan dan menghalangi dorongan aktifitas seksual. Ketakutan dan persepsi negatif ini harus diatasi sehingga lansia dapat menikmati kehidupan/hubungan seksualnya.
Pada beberapa  lansia, kunci untuk mempertahankan kemampuan seksual secara penuh adalah kemampuan untuk mengubah pola lama ke pola baru dengan baik. Hubungan seksual  tradisional, artinya posisi laki-laki di atas mungkin sangat memuaskan orang pada saaat masih muda. Akan tetapi, penelitian terakhir menunujukkan bahwa variasi posisi ternyata lebih memuaskan atau minimal dapat dinikmati.

Sikap dan Posisi Hubungan Seksual

Sikap dan posisi hubungan seksual  yang dapat meningakatkan partisipasi seksual pada lansia adalah sebagai berikut.
1.      Memahami perubahan normal yang berhubungan dengan lansia.
2.      Meningkatkan komunikasi pada masalah non-seksual sama baiknya dengan komunikasi seksual.
3.      Menikmati setiap kejadian.Jangan terburu-buru,kurangi ketakutan.
4.      Menggunakan posisi seperti miring atau duduk yang tidak terlalu banyak menumpu dalam kontraksi otot lengan secara Isometrik.
5.      Gunakan posisi yang tidak menekan sendi,tengkurap yang menimbulkan nyeri atau strain otot.
6.      Gunakan latihan kegel untuk meningkatkan tonus otot dan kontraksi vagina selama aktifitS seksual.Pria dan wanita dapat memperoleh keuntungan dari latihan kegel karna ini dapat meningkatkan kekuatan kontraksi otot sfingter uretra  dan sfingter ani.Ltihan kegel harus dilakukan beberapa kali sehari dengan mengontraksikan otot pubokoksigeus dua puluh sampai tiga puluh kali.
7.      Lakukan stimulasi  oral-genital.
8.      Stimulasi oragan genital secara manual.
9.      Gunakan vibrator sendiri atau dengan pasangan.
10.  Lakukan masturbasi sendiri atau dengan pasanagan.
11.  Konsultasi dengan dokter apabila ada masalah impotensi.
12.  Gunakan teknik stuffing,yaitu masukkan penis kevagina sebelum ereksi penuh tercapai.Penis biasanya akan menjadi lebih keras/tegang sebagai hasil stimulasi di dalam vagina.
13.  Coba nikmati sentuhan dan massage.Gunakan krim atau minyak agar lebih menyenangkan.Saling memberikan perhatian dalam hubungan seksual dapat memberikan kenikmatan pada lansia pria maupun wanita dan dapat mengurangi ketakutan pada pria.
14.  Gunakan pelumas seperti K-Jelly selama hubungan seksual atau masturbasi.
15.  Lakukan pelukan,ciuman,usapan,rayuan dan canda.
16.  Lakukan gaya hidup yang sehat,yaitu cukup istirahat,olahraga secukupnya,jangan merokok,setta jangan makan atau minum yang berlebihan.
17.  Ciptakan suasanan yg romantis.
18.  Perhatikan kebersihan diri dan penampilan diri agar pasangan tertarik.



Askep Pada Klien Dengan Intimacy Dan Seksualitas

            Penerapan proses keperawatan meliputi pengkajian menyeluruh, perencanaan yang cermat, stategi implementasi yan tepat dan evaluasi bersekinambungan tehadap klien dengan masalah psikoseksual sangat penting karena proses keperawatan memberikan kerangka kerja untuk menyusun, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi keperawatan yang diawali dengan pengkajian.

1.    PENGKAJIAN
Menurut Pasquali, Arnold dan De Basio (1989) dan Craven dan Hirnle (1996),  penggunaan diri secara terapeutik (therapeutic use of self)  sangat penting dalam menciptakan lingkungan dimana kesehatan seksual di persepsikan sebagai bagian integral dari riwayat menyeluruh klien. Ketepatan pengumpulan data tergantung pada kemampuan perawat untuk menciptakan lingkungn yang menunjang suasana wawancara. Berikut ini pedoman wawancara yang baik dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan seksual :
a.         Menggunakan pendekatan yang tepat jujur berdasarkan fakta yang menyadari bahwa klien sedng mempunyai pertanyaan atau masalah seksualitas.
b.        Mempertahankan kontak mata dan duduk dekat klien.
c.         Memberikan waktu yang memadai untuk membahas masalah seksual, jangan terburu-buru.
d.        Menggunakan pertanyaan yang terbuka, umum dan luas untuk mendapatkan informasi mengenai pengetahuan, persepsi dan dampak penyakit berkaitan dengan seksualitas.
e.         Jangan mendesak klien untuk membicarakan mengenai seksualitas, biarkan terbuka untuk dibicarakan pada waktu yang akan datang
f.          Masalah citra diri, kegiatan hidup sehari-hari dan fungsi sebelum sakit dapat dipakai untuk mulai membahas masalah seksual
g.         Amati klien selama interaksi, dapat memberikan informasi tentang masalah apa yang dibahas, begitu pula masalah apa yang dihindari klien
h.         Minta klien untuk mengklarifikasi komunikasi verbal dan nonverbal yang belum jelas
i.           Berinisiatif untuk membahas masalah seksual, memungkinkan timbulnya pertanyaan tentang masalah seksual

Menurut Ellis dan Nowlis (1994), area yang perlu diperhatikan ketika berinteraksi dengan klien meliputi :
a.       Apakah klien memiliki hubungan intim yang berarti baginya ?
b.      Apakah orang tersebut penuh perhatian ?
c.       Apakah kondisi yang dialami klien mungkin dapat mempengaruhi seksualitasnya ?
d.      Apakah obat yang digunakan klien dapat mempengaruhi seksualitasnya ?
e.       Apa pola penggunaan obat dan alkohol pada masa lalu dan sekarang ?

Perlu dikaji berbagai mekanisme koping yang mungkin digunakan klien untuk mengekspresikan masalah seksualnya, antara lain :
a.         Fantasi : mungkin digunakan untuk meningkatkan kepuasan seksual.
b.        Denial (menyangkal) : mungkin digunakan untuk tidak mengakui adanya konflik atau ketidakpuasan seksual.
c.         Rasionalisasi : mungkin digunkan untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan tentang motif, perilaku, perasaan dan dorongan seksual
d.        Menarik Diri : mungkin dilakukan untuk mengatasi perasaan lemah, perasaan ambivalens terhadap hubungan intim yang belum terselesaikan secara tuntas.

Selanjutnya Ellin dan Nowlis (1994) menambahkan bahwa seseorang yang secara berulang kali menyampaikan cerita lucu tentang seksual merupakan manifestasi frustasi seksual yang sedang dialaminya. Frustasi seksual biasanya berhubungan dengan perpisahan, kehilangan, atau tidak mempunyai pasangan hidup.

2.    DIAGNOSA KEPERAWATAN.
Diagnosa keperawatan primer menurut Nourth American Nursing Diagnosis Association (NANDA) yang ditulis oleh Stuart dan Sunden (1995) adalah “perubahan pola seksualitas termasuk tidak mengalami kepuasaan seksualitas yang melibatkan konflik antara peran seks dan nilai,disfungsi seksual meliputi keterbatasan fisik”.
Contoh diagnose keperawatan terkait aspek seksual dalam asuhan keperawatan, yaitu :
a.       Perubahan pola seksualitas yang berhubungan dengan rasa malu setelah masektomi, ditandai oleh tidak adanya keinginan seksual.
b.      Perubahan seksualitas yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencapai organsme ditandai oleh tidak adanya kepuasaan seksual.
c.       Peubahan seksualitas yang berhubungan denagn konflik perkawinan, ditandai oleh tidak timbul gairah pada saat pemanasan sebelum berhubungan intim.
d.      Disfungsi seksual yang berhubungan dengan minum alcohol yang berlebihan, ditandai oleh ketidakmampuan untuk mempertahankan ereksi.
e.       Disfungsi seksual yang berhubungan dengan rasa takut terhadap penetrasi, ditandai rasa sakit ketika berhubungan intim.

3.      PERENCANAAN
a.     Menguraikan berbagai respons seksual manusia
Kegiatan Instruksional : Membahas dorongan teknik dan cara ekspresi seksual
Evaluasi : Pasien mengidentifikasikan pilihan dan tingkat fungsi seksual
b.    Menguraikan masalah primer pasien
Kegiatan Instruksional : Memberikan informasi yang tepat tentang gangguan yang disebabkan oleh kelemahan organic
Evaluasi : Pasien mengerti tentang sifat penyakit organic
c.     Mengidentifikasikan hubungan antar masalah organic pasien dengan tingkat fungsi seksual
Kegiatan Instruksional : Menyusun kembali distorsi atau keracunan persepsi persepsi mengenai dampak penyakit terhadap fungsi seksual
Evaluasi : Pasien dengan tepat menguraikan dampak penyakit terhadap fungsi seksual 
d.    Mengidentifikasikan cara untuk meningkatkan fungsi seksual pasien dan meningkatkan komunikasi interpersonal
Kegiatan Instruksional : Menguraikan pengalaman tambahan yang meninghkatykan kepuasan seksual dan hubungan antara pasien dan pasangannya
Evaluasi : Pasien dan pasangannya melaporkan ansietas yang menurun dan meningkatnya kepuasan respons seksual

4.      IMPLEMENTASI
a.       Mengetahui parasaan seksual anda sendiri
Rasional :
Perawat perlu untuk mengetahui perasan seksualnya terhadap pasien. Ingat bahwa perasaan tidak dapat ditentukan sebagai benar atau salah,tetapi prilaku dapat dievaluasi sebagai terapeutik atau tidak terapeutik terhadap klien
Tindakan :
-       Terbuka terhadap perasaan anda sendiri
-       Terima perasaan anda sendiri
-       Gali penyebab perasaan
b.      Memeriksa perilaku anda terhadap klien
Rasional :
Jika bekerja dengan meningkatkan kesadaran terhadap perasaan dan pikiran, perawat dapat mengubah perilaku yang tidak terapeutik kea rah yang lebih terapeutik secara efektif
Tindakan :
-       Jaga hubungan yang berfokus pada klien
-       Jangan terlibat secara berlebihan denganmasalah klien (dapat mempengaruhi keputusan klinik)
-       Jangan memberikan informasi pribadi diri anda dengan klien
-       Jangan membahas perasaan tertarik seksual dengan klien
c.       Konsultasi
Rasional :
Setelah perawat menyadari perasaannya dan memberikan perilakunya, konsultasi pada perawat yang lebih berpengalaman mungkin berguna untuk mengatasi masalah dengan tepat dan merasa lebih mampu dalam pendekatannya dengan klien
Tindakan :
-       Percayakan rahasianya terhadap perawat,sejawat atau atasan yang berpengalaman
-       Minta bantuan untuk menggali isyu tersebut agar dapat meningkatkan kesadaran tentng factor yang mempengaruhi perasaan

Contoh Kasus

Kasus  1 : Masalah seksualitas karena kematian istri

Data Pendukung : Laki-laki, berusia 51 tahun, istri meninggal 2 tahun lalu, menyatakan bahwa ia mempunyai keinginan untuk menikah lagi, karena sulit menahan seksualnya. Mengatakan bahwa jika ia aktif secara seksual “tidak adil terhadap istrinya yang meninggal”. Aktif dalam kelompok politik yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Tertarik pada seorang wanita yang menjadi teman kelompoknya.
Tujuan Jangka Panjang : Menikah dan mencapai hubungan seksual yang memuaskan
Tujuan Jangka Pendek :
1.      Menghadiri pertemuan dengan konselor .
2.      Membuat pernyataan yang menunjukkan penerrimaan bahwa dirinya menarik dan mampu menjalin hubungan baru
3.      Menyatakan bahwa menjalin hubungan baru tidak berarti bahwa dirinya tidak mencintai lagi isterinya yang telah meninggal.
Intervensi :
1.      Meluangkan waktu : Bersama pasien untuk menggali perasaan yang sedang disepakatinya
Rasional :
Meluangkan waktu untuk pasien : Menunjukkan bahwa perawat memperhatikan dan memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan berduka yang mempengaruhi kehidupan seksualnya
2.      Menunjukkan minat terhadap keterlibatannya terhadap kelompok dan pada teman barunya
Rasional :
Menunjukkan rasa tertarik terhadap teman barunya kan mendukung peran serta klien dan perasaan menerima
3.      Menggali kemungkinan : Untuk merujuk klien pada konselor untuk membantu mengatasi rasa berkabung dan konflik seksual
Rasional :
Mencarikan sumber untuk mengatasi rasa berkabung dan memberikan informasi kepada klien memungkinkannya menerima dukungan yang diperlukan
4.      Selalu siap membantu klien
Rasional :
Selalu menunjukkan siap membantu : Klien akan memungkinkan suatu komunikasi yang terbukan sehingga klien merasa bebas untuk mengekspresikan perasaan ansietas dan berduka karena kehilangan
Evaluasi :
Evaluasi hanya mungkin dilakukan jika perawat mempunyai hubungan yang cukup lama dengan klien, sehingga perkembangan penanganan masalah seksual dapat terlihat. Klien dapat diminta untuk mengevaluasi sendiri perkembangannya

Kasus 2 : Perubahan Pola Seksualitas : Perubahan Ekspresi Seksual
Perubahan pola seksualitas merupakan diagnosis yang luas dengan berbagai interpretasi penerapannya dalam praktik keperawatan. Kehilangan gairah, meningkatnya gairah dan perubahan ekspresi seksual merupakan tiga dimensi dari masalah yang dapat lebih diuraikan sebagai berikut :
1.      Kehilangan gairah mungkin juga dapat diinterpretasikan sebagai kehilangan kesempatan untuk menahan keinginan seksual tanpa disadari
2.      Meningkatnya gairah seksual mungkin juga diinterpretasikan sebagai penuhnya pemikiran tentang kegiatan seksual. Misalnya bagi mereka yang baru pertama kali mengalami hubungan seksual
3.      Perubahan ekspresi seksual mungkin merupakan masalah jika secara tidak disadari klien memaksakan dorongan seksualnya kepada suami/istrinya. Proses penyakit, proses menua, berpisah dengan pasangan atau stressor kehidupan dapat mengubah ekspresi seksual

Pada masalah seksual ini, perawat perlu melakukan pengkajian tentang faktor etiologi secara spesifik yang akan menjadi dasar tindakan keperawatan lebih lanjut, yaitu :
1.      Menggunakan pertanyaan wawancara untuk mengetahui hubungan, perasaan seksualitas dan funggsi seksual untuk menetapkan masalah
2.      Mengkaji perilaku seksual yang lalu seperti frekuensi, posisi dan metode yang disenangi
3.      Mengkaji pentingnya setiap kegiatan seksual dan kegiatan apa yang tetap dipertahankan
4.      Mengkaji apa yang telah berubah atau yang akan berubah pada klien dan pasangannya sebagai akibat dari penyakit atau pembedahan yang dialami klien
5.      Mengkaji pola komunikasi antara klien dengan pasangannya



Hasil yang diharapkan :
Klien akan mampu :
1.      Mengidentifikasi aspek positif dari hubungan seksual terakhirnya
2.      Mengidentifikasi sedikitnya tiga alternatif untuk mengubah pola seksualitas
3.      Mengekspresikan kepuasan dengan perubahan ekspresi seksual

Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk membantu klien mencari alternatif yang paling memungkinkan terhadap perubahan ekspresi seksualnya yang dapat memuaskan klien dan pasangannya, adalah :
Jika telah melakukan perubahan posisi seksual :
1.      Perkenankan klin menyampaikan tentang alternatif posisi seksual yang dipiliih
2.      Berikan kesempatan kepada klien untuk menggunakan posisi seksual alternatif
3.      Ajarkan klien tentang pengguanaan posisi alternatif, dengan menggunakan gambar atau petunjuk lain
4.      Tinjau frekuensi kegiatan seksual yang pernah dilakukan sebelumnya
5.      Identiifikasi pilihan yang dapat meningkatkan frekuensi (meningkatkan gairah, kesempatan dan privacy)
6.      Gunakan obat pereda rasa nyeri jika diperlukan sebelum melakukan kegiatan seksual

Jika metode kegiatan seksual telah diubah :
1.      Telaah bersama klien dan pasangannya tentang perasaan mereka terhadap perubahan yang telah dilakukan
2.      Berikan kesempatan kepada klien untuk menggunakan alternatif ekspresi seksual
3.      Berikan informasi spesifik kepada klien tentang penggunaan kegiatan alternatif
4.      Anjurkan informasi terbuka antara klien dan pasangannya untuk mengekspresikan kepuasaan atau ketidakpuasan mereka terhadap rencana asuhan keperawatan yang telah diterapkan

Daftar Pustaka ;
Pdjiastuti Sri Surini. 2003. Fisioterapi Pada Lansia. Penerbit Buku kedokteran EGC : Jakarta
Pranaka Kris. 2010. Buku Ajar Boedi - Darmojo Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Balai penerbit FKUI, Jakarta : 686 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar